Rabu, 02 Desember 2009

He is My Bigger Motivator


Entah kenapa tiba” malem ini gue kangen banget dengan sosok alm.papa… huft, rasanya tak pernah habis cerita dan kenangan yang mengiringi kepergian beliau... Dialah motivator terbesar gue. Ternyata baru gue sadari, setelah gue menjadi besar dan dewasa, kuliah dan jauh dari rumah, gue kehilangan spirit yang sesungguhnya.. Alm. Papa lah sesungguhnya orang yang sangat berjasa membuat gue seperti ini. Walaupun gak hanya beliau yang berjasa untuk kehidupan dan karier gue selama ini, tapi ketika beliau pergi, gue makin merasakan kehilangan itu. Kehilangan lecutan semangat yang biasa beliau berikan untuk pribadi gue. Pribadi yang kadang gampang menyerah, takut, gampang panik, selalu bersikap pesimis, tapi sebenernya punya potensi dan kemampuan.

Gue masih inget, dulu waktu 17-an yang ke 50 tahun, di komplek ada acara perlombaan buat anak”, papa yang paling semangat menyuruh gue ikut saat itu. Beliau yang paling rajin menemani gue mengikuti semua perlombaan. Mulai dari lomba menggambar, masukin pinsil ke botol, membawa kelereng dengan sendok, sampai lomba busana muslim, semuanya didukung sama papa.
Yang paling gue inget dan masih terngiang sampe saat ini adalah ketika gue mengikuti lomba mewarnai. Ceritanya waktu itu, kita sekeluarga ikut jalan santai bareng warga komplek. Setelah jalan santai, anak” mengikuti lomba menggambar. Gue yang waktu itu sebenernya sama sekali gak kepikiran ikut, dan gak punya bakat gambar sama sekali, disuruh papa [dengan agak sedikit memaksa] untuk ikut. Dengan seperangkat alat tulis dan krayon yang berjumlah 24 buah, gue pun akhirnya mengikuti perlombaan itu. Waktu itu yang gue gambar adalah gambar rumah [objek yang umum dan biasa digambar anak usia 7 tahun], dengan awan di atasnya, ada tiang bendera di depannya, dan... ketika gue hampir selesai mewarnai, papa yang saat itu mendampingi gue dan berada di sebelah gue, membisikan sesuatu ke gue: ’mba, bisa gak gambar bendera sama angka 50 kaya di baju papa ini? [waktu itu sambil menunjukkan gambar bendera dan angka 50 tahun yang terdapat di kaos polo shirt papa di dada sebelah kiri]. Gue yang lagi asyik mewarnai –pun langsung menuruti kata” beliau. Karena dari dulu gue gak pernah berani melawan beliau, bisa dikatakan, papa adalah orang yang paling disegani di keluarga besar gue. Dan, beberapa saat kemudian, selesailah gue menggambar rumah dengan bendera dan angka 50th di atasnya. Agak aneh siy, apalagi waktu itu warnanya rame banget. Tapi waktu itu gue cukup puas, apalagi melihat papa tersenyum lebar memandang hasil gambar gue. Malamnya gue ikutan lomba busana muslim. Dengan menggunakan baju muslim anak” yang lagi ’in’ saat itu [karena gue dulu ikutan ngaji di TPA deket masjid, gue lumayan punya banyak koleksi baju muslim anak”], gue berlenggak lenggok jalan di atas panggung yang dibuat seperti catwalk. Heheh.. lucu kayanya. Gue waktu itu nekat, karena gak punya pengalaman atau bakat jadi model juga. Akhirnya malam puncak pun tiba. Gue dan teman” sepermainan deket rumah, menampilkan tarian khas anak”. Dengan tante gue sebagai pelatih dan perancang kostumnya, malam itu gue tampil. Masih inget, waktu itu gue pake kaos merah yang ada gambarnya film silat YOKO [waktu itu kan lagi happening film silat itu, pendekar rajawali, si andy lau], pake celana leging yang agak tebal selutut, diluarnya pake rumbai” yang dibuat dari tali rafia warna putih yang diserut kecil” khas rok dari papua, plus ikat pita merah putih sebagai bandana, dengan make up yang bisa dibilang menor buat ukuran anak kelas 2 SD. masih ada kayanya foto itu di rumah. Jadi kangen pengen liat, pasti ngakak deh kalo sekarang liat. Dan qta pun tampil dengan suksesnya!! Sehabis tampil, tibalah pengumuman perlombaan”. Gak nyangka gue 4x menang. Lomba busana muslim, lomba memasukan pensil ke botol, membawa kelereng dengan sendok, dan yang terakhir, lomba menggambar!! Buat yang terakhir gue agak kaget. Ko bisa ya gambar gue yang kacau dan rame itu menang, juara 1 lagi. Hahahah... waktu itu karena masih SD rasanya seneng banget dapat banyak hadiah. Gue eksis malem itu. Semua itu gara” papa...

Cerita yang lain... waktu dulu pas SMA kelas 3, gue di tawarin tante dan om untuk ikut tes supaya bisa kuliah di POLYTECHNIC UNIVERSITY, JAPAN. Kata mereka, semuanya dibiayai, jadi seperti beasiswa, malah di sana gue kuliah dikasih uang saku, dan pulangnya ditempatkan sebagai PNS di depnakertrans, yang kebetulan om dan tante gue bekerja di situ. Waktu itu, gue cukup tertarik dengan penawaran yang menggiurkan itu,tapi gue juga agak pesimis karena pasti seleksinya sangat ketat, dan kriterianya juga cukup susah. Minimal nilai rapot dari kelas 1, adalah 7 terutama untuk mata pelajaran IPA dan minimal 8 untuk bahasa inggris. Gue sangat ragu dan gak percaya diri dengan kemampuan gue saat itu. Waktu itu emang gue memenuhi kriterianya, tapi rasa percaya diri gue masih menghalangi gue untuk yakin ikut tes seleksi. Apalagi waktu itu hampir menjelang ujian akhir, banyak ulangan, dan mulai menghadapi ujian praktek.
Tapi, kembali sang motivator besar itu memberikan energinya untuk gue. Papa sangat mendorong gue dan malah hampir memaksa gue untuk mencoba mengikuti tes seleksi itu. Okelah, demi menyenangkan beliau, gue pun ikut tes pertama. Tesnya di jakarta dengan ditemani mama, papa, bapa, dan desy, yang di tes-kan adalah psikotest dan wawancara. Dengan persiapan seadanya dan minimnya rasa percaya diri gue pun mengikuti tes itu. Gue sadar, saingan gue banyak sekali. Ratusan orang. Dan alhamdulillah, gue lolos seleksi pertama.

Dari 400 orang, lolos 30 orang, dan gue menjadi bagian dari 30 orang itu.
Tes kedua, diadakan beberapa minggu setelah tes pertama. Tempatnya masih sama, materi yang di tes-kan adalah bahasa inggris, matematika dasar, dan fisika/kimia. Waktu itu karena gue gak suka fisika, akhirnya gue memilih kimia, dan pemilihan jurusan di POLYTECHNIC UNIVERSITY, waktu itu jurusan yang gue pilih adah teknik informatika kalo gak salah mah. Yap, memilih dengan setengah hati. Karena gue gak pernah menyukai teknik dan fisika. Gapapalah, demi papa. Yang penting dijalanin dulu. Waktu itu karena bukan hari libur, jadi yang bisa menemani gue hanya bapa, itupun kita naek kereta. Dan sebelum gue berangkat ke jkt itu, terdapat masalah yang sempat menganggu kepergian gue. Kebetulan waktu itu, hari keberangkatan gue ke jakarta, bertepatan dengan ujian praktikum akhir sekolah mata pelajaran kimia. Gue sebenernya agak takut. Bingung memilih yang mana. Cuma kalo gue gak ikut seleksi kedua, sayang banget, padahal, selangkah lagi menuju PU. Setelah mengkonsultasikan dengan papa, gue akhirnya memutuskan untuk minta izin ke guru kimia, Pak Nurman. Waktu itu gak ada masalah, karena gue cukup akrab dengan pak Nurman, soalnya dulu gue lumayan bisa kimia, jadi pak nurman mengizinkan dengan dispensasi gue ikut ujian di hari berikutnya bareng kelas lain Tapi ternyata ada masalah, waktu gue ingin mengurus surat” dan meminta tanda tangan kepala sekolah.


Waktu itu agak susah karena surat yang harus ditanda tangani adalah surat yang menyatakan bahwa gue telah lulus dari SMAN 1, dan bisa meneruskan ke perguruan tinggi, padahal waktu itu kan gue belum lulus dan masih jadi siswa kelas 3. inilah yang membuat pak kepsek agak susah memberikan tanda tangannya, karena beliau gak berani menjamin kalo gue bakal lulus [dalam hati gue: sial! Emang gue sebego apa siyh meskipun gue sendiri agak kurang yakin kalo bakal lulus]. Dan gue gak bisa membujuk beliau. Gue menyerah dengan perasaan kesal. Di satu sisi gue agak kesal sama papa karena beliau lah yang membuat gue terlibat dalam urusan ribet kaya gini, tapi gue juga bingung dan takut mengecewakan papa.
Pulang ke rumah dengan muka cemberut, hampir mau nangis, dan gue bilang ke papa dan mama dengan ekspresi cemas. Dan akhirnya papa mengambil inisiatif untuk langsung menemui pak kepsek saat itu juga! Gue yang udah takut terjadi apa”, karena gue hafal bgt dengan tabiat papa yang agak ngotot,keras dan kadang susah menerima, ditambah pak kepsek yang juga sama ngotot, dan nyebelin. Dalam bayangan gue, udah tergambar bakal terjadi perdebatan sengit, ngotot”an, aaahhh pokoknya mengerikan [ hal yang paling mengerikan untuk gue adalah melihat orang berdebat dan berantem di depan mata gue sendiri, dan tabiat papa yang keras, sangat memungkinkan hal seperti itu terjadi], makanya waktu itu gue gak mau ikut lagi ke sekolah, biar mama yang menemani papa, dan gue berdoa harap” cemas semoga semuanya baik” saja. Beberapa jam kemudian papa pulang, dengan muka sumringah. Sepertinya tidak terjadi hal yang buruk. Dan benar saja, dengan mengacung”kan berkas yang tertera tanda tangan pak kepsek, papa dengan yakinnya bilang: ’besok berangkat!!’ huft.. alhamdulillah.. Sayangnya, gue gagal melewati tes kedua ini. Yaiyalah, secara dari 40 orang yang terpilih Cuma 3 orang ajah. 2 laki-laki dan 1 perempuan. Tapi gue sama sekali gak kecewa dan sedih, karena meskipun gue gak jadi ke jepang, gue dapet banyak pengalaman dan teman. Waktu itu pertama kali juga dapet pengalaman makan makanan jepang HOKBEN [walaupun sebenernya gue gak suka], tapi entah kenapa ada prestis tersendiri. Pokoknya waktu itu tesnya gak ecek” lah. Dapet snack yang enak”, permen dan aqua yang tersedia begitu saja di meja, makan siangnya makanan jepang, dan pelajaran yang penting banget buat orang indonesia adalah betapa sangat on time sekali orang jepang itu! Waktu itu ada perwakilan dari PU datang dari jepang, gue lupa sapa namanya, yang jelas dia tinggi, kurus, putih, rapi,sangat ramah dan sangat on time! Sampe gak ingin melewatkan satu detik pun!! Bahkan dia lebih percaya jam tangannya daripada jam yang terpajang di ruangan waktu itu. Kalo waktu ngerjain soalnya masih 30 detik pun di bilangin ke kita dan kita masih dikasih kesempatan menyelesaikannya. Ckckc... salut Dan setelah papa gak ada, gue jarang pulang, sibuk dengan urusan sendiri dan kuliah, semuanya terasa hilang begitu saja. Gue kangen papa.. kangen papa yang selalu memaksa gue maju.. memotivasi dengan sikap kerasnya.. ya dulu, bisa dibilang gue mau ikut apa aja, mau disuruh apa aja, karena sebenernya gue takut sama papa.. gue gak ingin mengecewakan beliau, jadi meskipun dengan setengah hati, apapun itu gue lakukan.. Mungkin dari dulu gue dapet peringkat di kelas, masuk SMP, SMA sampe perguruan tinggi favorit pun semuanya karena papa.. Tapi sekarang, gue kehilangan itu. Meskipun banyak yang memberi gue semangat, tapi gak ada yang sekeras papa.


Gak ada yang mampu membuat gue mempunyai perasaan yang sama ketika masih ada papa..
Jujur, saat ini, gue merasa lumpuh, mencundangi diri sendiri... gue ingin maju, ingin ini, ingin itu, ingin eksis, tapi semua itu kadang keburu kalah dengan perasaan takut, gak percaya diri.. entahlah sepertinya sebagian rasa percaya diri akan kemampuan gue ikut mati bersama papa.. belum bisa hidup seperti dulu.. gue benar” butuh orang seperti papa.. sang motivator terbesar gue...

0 komentar:

Posting Komentar

 

Septina Priyanti's Blog Template by Ipietoon Cute Blog Design