Jumat, 12 Februari 2010

Tentang Kesendirian...

Hari Jumat ini adalah hari senggang gue yang kesekian kalinya di minggu ini. Yap, kuliah emang blum maksimal dan sibuk, jadi masih banyak waktu senggang. Di saat waktu senggang seperti ini, kadang gue justru menghabiskannya dengan kesendirian. Entahlah rasanya gak pernah bener" tepat memiliki waktu dan moment yang pas, yang bisa gue isi dengan kesendirian atau bersama seseorang.

Bangun agak siang hanya karena gue belum bisa mengubah bad habit gue: tidur siang nyenyak yang berakibat gak ngantuk pas malem dan ujung"nya gue meronda--kata lain dari begadang dari pacar sebagai bentuk sindiran bad habit gue--dan susah bangun di waktu pagi.

Gue sangat ingin mengubah itu dan menyeimbangkannya dengan kebiasaan pacar yang sepertinya lebih sehat dibanding kebiasaan gue: bobo gak malem" dan bangun lebih pagi--tapi berkali-kali gue coba tetep aja susah. Huft, entah kenapa tiap habis duhur gue selalu gampang banget ngantuk, dan ketika malam tiba gue jadi gak mood buat tidur lebih awal. Gue sadar, lama" ini bisa jadi masalah dalam hubungan jarak jauh kita, secara timing buat komunikasi antara gue dan dia tidak pernah benar" tepat. Dan di saat sendiri ini gue jadi makin pusing memikirkannya. Arrghh...

Tentang kesendirian... gue merasa akhir" ini, hampir 80 % kehidupan gue dipenuhi dengan kesendirian. Meskipun kadang" kesendirian dianggap sebagian orang hal yang menyedihkan--gue pun kadang menganggap hal yang sama--tapi dengan seperti ini, lama" gue mulai terbiasa dan nyaman dengan kesendirian gue.

Seperti halnya tadi pagi, gue tiba" kebingungan dan berniat mengubah planning awal gue buat pergi ke Palasari. Entah kenapa ketika mandi gue kepikiran buat pergi ke perpus fak.psikologi dulu buat cari buku yang gue butuhkan, siapa tahu bisa lebih efektif dibanding gue jauh" pergi ke Palasari.

Akhinya gue memutuskan meng-sms temen gue yang gue tau kemaren dia sempat berkunjung ke psikologi untuk mencari tahu gimana prosedur peminjaman di sana . Dan kebimbangan gue untuk menjalankan rencana yang mana pun muncul makin kuat. Tapi gue sadar, gue harus bisa segera memutuskan, akhirnya gue memutuskan untuk meng-sms temen gue menanyakan kepastian apakah dia besok jadi pergi ke Palasari. Jadi gue berpikir, kalo hari ini gue pergi ke perpus, kan gue bisa punya temen buat pergi ke Palasari besok. Tapi nyatanya dia gak  jadi pergi ke Palasari besok, hal inilah yang membuat gue positif untuk pergi ke Palasari.


Sejujurnya, gue ingin sekali ada seseorang yang bisa menemani gue , karena entah kenapa dalam hati gue merasa ada sedikit ketakutan dan rasa khawatir untuk pergi sendiri, mengingat akan cerita" tentang kejahatan kriminal di jalanan dan di angkutan umum dari Liliek. Tapi apa boleh buat. Itu semua gak boleh menghambat niat gue untuk maju. 

Dan akhirnya, hari itu gue ber-autis ria menuju Palasari. Sepanjang jalan entah kenapa perasaan khawatir dan parno gue terus menggelayuti di pikiran dan hati gue... Di Palasari gue gak berlama", cukup setengah jam nyari buku [karena toko bukunya juga  mau tutup sementara buat solat jumat], dan gue gak ingin menunggu berlama" sampai  toko bukunya buka lagi. Sampai saat itu gue masih diliputi ketakutan dan ada perasaan hampa yang menyeruak dalam diri gue.

Masa, udah jauh" sendirian ke Palasari, cuma sebentar, trus pulang lagi--kata" itu yang muncul dalam pikiran gue. Ingin rasanya gue gak langsung pulang, ingin gue pergi jalan" kemana dulu gitu... Tapi lagi" gue merasa sendiri dan hampa. Gue saat itu ingin ditemani, tapi tak ada satu orang pun  yang bisa menemani gue.. Ingin rasanya gue menangis..

Perasaan takut gue makin menjadi ketika gue memutuskan makan yamin di depan Palasari dan ada seorang pengamen yang menatap gue dengan tatapan menelanjangi, memaksa dan menggoda gue karena gue gak bisa memberikan uang recehan. Saat itu gue gak berani menatap bahkan melihat wajahnya, itu cukup menakutkan bagi gue. Lagi" gue tertunduk lemas. Seandainya saja saat itu ada seseorang di samping gue, mungkin pengamen itu gak akan berani menggoda gue...

Menelusuri jalan Lodaya sebelum akhinya menyebrang untuk menunggu damri lewat, gue bertemu dengan pengamen itu lagi. Dan lagi" dia menggoda gue.. Jantung gue berdegup kencang, gue merasa agak takut dan mempercepat langkah gue, sampai akhirnya gue gak berani menoleh ke belakang, takut dia benar" mengejar gue.

Ahh.. seandainya saja gue gak sendiri...lagi" kata" itu menggelayuti pikiran gue, dan berkali-kali juga gue berusaha mengusirnya, menggantinya kalau gue gak boleh manja dan cengeng.

Menunggu damri di pinggir jalan besar yang kadang padat kadang lengang membuat gue takut lagi, takut kalau seandainya ketika jalan lengang ada seseorang yang berniat jahat kepada gue, dan gue gak bisa minta tolong kepada siapapun. 

Sejujurnya gue benci merasakan ini. Gue gak suka dengan perasaan khawatir, parno, ketakutan yang terus"an menggelayuti pikiran gue ini... Tapi yang gue sadari, semakin kita sering sendiri, semakin sering pula kita berbicara dengan pikiran kita [entah itu positif atau negatif] dan lama" kelamaan, pikiran kita lah yang menuntut kita untuk bersikap...


Mungkin orang" melihat gue sebagai cewek yang mandiri dan terbiasa sendiri. Tapi apakah mereka pernah berpikir, kalau kadang gue juga membutuhkan seseorang di samping gue, di saat" tertentu??









1 komentar:

  1. Sendiri memang ada untung ada ruginya, kalau kita pergi sendiri, kita bisa leluasa mengatur waktu, menuju arah yang kita suka, dan melakukan berbagai hal tanpa harus bertenggang rasa terhadap orang lain, tetapi juga ada ruginya, karena terkadang kita akan merasa sepi di tengah keramaian.

    Kita harus pandai memilah dan memilih kapan kita pergi sendiri dan kapan kita harus mengajak seseorang untuk menemani kita,

    Tapi ada baiknya kamu memulai langkah kamu sendiri, karena itu berguna untuk mentraining kamu menjadi orang yang mandiri, sekaligus untuk melatih menghilangkan rasa parno terhadap seseorang yang belum kamu kenal.

    Belajarlah untuk lebih super (dalam artian yang positif), pada saat kamu pergi ke suatu tempat sendirian, disana kamu bisa mulai membuka diri untuk berkenalan dengan orang-orang yang sebelumnya belum pernah kamu temui, karena saat kamu berkenalan, saat itulah kamu tidak sendiri lagi.

    Manusia memang mahluk sosial, dalam artian manusia membutuhkan manusia lain untuk menjalani hidup, tapi perlu diingat juga, manusia adalah mahluk "sendiri" karena... lahir dan matipun sendiri... seberapapun saudara yang kamu punya, seberapapun teman yang kamu miliki, seberapapun rekan yang kamu kenali... kelak suatu saat nanti, pastilah kamu akan sendiri

    BalasHapus

 

Septina Priyanti's Blog Template by Ipietoon Cute Blog Design