Jumat, 06 Juni 2014

Guru Favorit Tidak Sama Dengan Guru Terbaik

Assalamualaikum...
Beberapa waktu lalu bertepatan dengan acara perpisahan kelas XII, alhamdulillah saya mendapat achievement sebagai guru terfavorit versi siswa/i. Memang bukan penghargaan yang besar bagi sebagian orang, tapi ini merupakan salah satu penghargaan terbaik yang pernah saya dapatkan selama empat tahun berkarir sebagai guru.
Empat tahun memang bukan waktu yang lama untuk berkarir sebagai guru. Bahkan menjadi guru atau tenaga pengajar sebenarnya tidak berkaitan dengan background pendidikan akhir saya di bidang keperawatan. Tapi rencana Allah yang menuntun saya berada di dunia pendidikan dan akhirnya mau tidak mau saya jalani sampai saat ini. Selama berkarir, memang belum banyak pengalaman dan pencapaian yang saya dapatkan. Tapi saya berusaha menjadi orang yang mensyukuri apapun itu baik hal yang positif dan negatif yang saya dapatkan selama bekerja sebagai guru. Guru yang saya bicarakan disini adalah guru yang masih sebagai tenaga honorer, masih muda, masih minim pengalaman dan masih harus banyak belajar. Terutama belajar menghadapi banyak siswa dengan berbagai macam karakter yang jika dibandingkan dengan dulu sudah sangat kompleks dan disertai dengan masalah yang juga tidak mudah dihadapi.
Guru Favorit Tidak Sama Dengan Guru Terbaik! Yap, itu adalah opini saya. Bagi saya, guru favorit belum tentu bisa menjadi guru yang baik. Karena guru favorit dipilih berdasarkan voting, sangat bersifat subjektif dan biasanya dipilih langsung oleh siswa. Biasanya siswa memilih seorang guru sebagai guru favorit bukan berdasarkan prestasi atau lamanya pengalaman guru tersebut dalam mengajar, tetapi berdasarkan kenyamanan mereka diajar dan berhadapan dengan guru yang bersangkutan.
Sebagai seorang guru muda yang menjadi favorit bagi siswa, saya merasa sangat bersyukur. Akan tetapi, saya juga sekaligus merasa sedikit terbebani karena jujur saja mereka menobatkan saya sebagai guru terfavorit dalam hal apa itu yang masih harus saya kaji. Saya jadi berpikir ulang, apakah saya cukup pantas dianggap sebagai guru favorit?? Apakah selama ini cara mengajar dan mendidik siswa sudah dianggap baik dihadapan mereka? Atau apakah selama ini cara pendekatan saya kepada mereka sudah dianggapn cukup berhasil?
Rasanya saya masih harus banyak belajar mengenai itu semua. Kalau boleh saya berpendapat, mungkin mereka menyukai saya karena selama ini setiap kali mengajar saya berusaha menempatkan diri saya dalam posisi mereka. Bukan berarti saya memanjakan mereka, obral dalam memberi nilai, terlalu baik sehingga mereka bisa meremehkan saya, tapi justru sebaliknya. Selama ini saya lebih menekankan pada pendekatan selayaknya teman, teman dengan batasan-batasan tertentu.
Saya hapal betul karakter anak zaman sekarang, ketika kita sebagai guru dan orang tua mereka di sekolah menganggap mereka sebagai teman dan memiliki kedekatan sendiri, biasanya banyak siswa yang memanfaatkan itu sehingga akhirnya hubungan kedekatan yang terjalin disalahartikan, sehingga siswa menjadi tidak tahu batasannya, tidak tahu bagaimana harus bersikap santun dihadapan guru karena dia merasa sudah cukup nyaman menganggap gurunya sebagai teman.
Pertama kali saya terjun di dunia pendidikan dan berhadapan dengan siswa, saya sadar, sebagai guru baru yang masih muda dan minim pengalaman, saya harus bisa menempatkan diri, saya harus punya karakter. Karakter dalam bersikap di depan mereka, sekaligus karakter dalam cara mengajar di depan kelas. Karakter yang muncul tentunya saling berkaitan erat dengan karakter pribadi saya sendiri. Saya orang yang berusaha on time dalam kesempatan apapun termasuk masuk ke kelas, saya juga dikenal dengan sifat disiplin terutama disiplin dalam menanamkan nilai nilai moral dan kesopanan, dan saya juga lebih senang serius dalam mengajar, dan berusaha seimbang memberikan reward dan punishment kepada siswa sebagai salah satu cara memotivasi mereka.
Saya akui, mungkin ketika mengajar dan memaparkan materi, saya bisa sangat serius, bahkan mungkin jarang bercanda. Karena memang karakter saya seperti itu. Tapi, saya juga bukan orang yang kaku untuk diajak bercanda tentunya melihat konteks dan situasi pada saat itu.
Bagi saya, mungkin mudah saja memberikan nilai 100, akan tetapi jika itu tidak didukung dengan attitude yang baik, nilai 100 itu bisa saja bernilai 0. Di zaman sekarang, jarang sekali orang yang menghargai proses. Semuanya berfokus pada hasil. Terbukti dengan semakin banyaknya cara membuat segala sesuatunya menjadi jauh lebih mudah dengan cara cara instan yang didukung dengan kemajuan teknologi. Apalagi di dunia pendidikan, bagi saya, nilai itu tidak berarti apa apa. Karena siapapun bisa memanipulasinya. Yang terpenting adalah proses dan praktik dalam memperoleh nilai tersebut. Toh, nilai-nilai tersebut pun tidak akan bermanfaat membantuk manusia dalam menghadapi masalah kehidupan sehari-hari yang mereka hadapi.

Kembali ke judul...
Untuk menjadi guru favorit mungkin mudah saja, tinggal berupaya mengambil hati siswa tanpa mempedulikan esensinya. Tapi untuk menjadi guru terbaik rasanya akan sangat sulit. Karena seorang guru yang terbaik tentunya masih harus terus belajar menangani siswa, dengan karakter yang berbeda-beda dan masalah yang jauh lebih kompleks, selain itu guru terbaik tentunya harus bisa memenuhi kewajiban adminstratif sebagai tenaga pengajar seperti RPP, Silabus dll. Guru yang baik adalah guru yang mampu menerapkan karakter positif kepada siswanya dan selalu diingat menjadi pelajaran hidup di masa depan bagi siswa/i nya. Guru terbaik adalah guru yang mampu menjadi panutan, teladan, dan mampu mengakui jika dirinya tidak sempurna dan masih harus banyak belajar, tidak malu mengakui kesalahannya di hadapan siswa, bukan guru yang otoriter, galak, ditakuti siswa dan selalu menganggap dirinya paling benar dan tidak pernah salah.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan menginspirasi bagi siapapun yang membaca. Intinya, sebagai agent of change, ujung tombak perubahan generasi penerus, kita tidak boleh cepat puas dan lelah dalam memberikan yang terbaik. Terus mengupgrade diri, baik dari segi ilmu pengetahuan dan kecerdasan emosional kita dalam menghadapi anak didik :) Insya ALLAH next time saya akan share hal hal lain yang berkaitan dengan suka duka dalam dunia pendidikan

Wassalamualaikum

0 komentar:

Posting Komentar

 

Septina Priyanti's Blog Template by Ipietoon Cute Blog Design