Senin, 12 April 2010

Sensitive and Skripsi

Bagi gue dan teman-teman angkatan 2006, skripsi merupakan topik yang paling 'in' selama hampir 2 tahun ini. Sebenarnya keeksisan skripsi dimulai ketika kami memasuki semester 7, dimana ada mata kuliah Metodologi Penelitian, yang didalamnya menjelaskan mengenai skripsi dan tetekbengeknya. Mulai dari proposal, literatur review, permasalahan, judul skripsi dan fenomena.

Selama mengkuti mata kuliah itu, jujur gue sama sekali belum kepikiran gimana wujud skripsi yang akan gue buat nanti. Sama sekali blum kepikiran fenomena itu seperti apa, judul yang bagus yang kaya gimana, bingung menentukan kualitatif atau kuantitatif, dan seribu pertanyaan lain yang menggelayuti pikiran gue juga teman".

Semester 7 berlalu, dan bayang" buruk akan skripsi selalu menggelayuti gue. Perlahan skripsi dan segala tetekbengeknya membuat hari-hari gue diliputi ketakutan. Ditambah dengan atmosfer kampus, ribut" dikalangan teman" tentang skripsi, simpang siur gosip yang beredar mengenai skripsi, itu semua menjadi stressor yang cukup besar untuk gue. Sangat besar. Bahkan saking besarnya, gue sampai merasa lebih nyaman jauh dari kampus dan lebih baik gak ketemu teman" karena mau gak mau pasti akan terbawa suasana yang makin membuat gue tertekan.

Sekalipun gue tetap merasa tertekan di kosan, tapi perasaan itu gak jauh beda ketika gue datang ke kampus. Hufft...bahkan dalam diri gue sendiri muncul suatu perasaan yang aneh. Entah kenapa akhir" ini gue menjadi sangat sensitif dan terkadang gue bisa sesaat membenci orang" yang memberikan stressor termasuk teman" dan mungkin dosen pembimbing.

Sekarang adalah minggu" kritis pertama. Minggu ini, mulai dikumpulkannya draft proposal untuk selanjutnya akan dijadwalkan seminar minggu depannya. Well, disadari atau tidak, diakui atau tidak, ini membuat gue muak. Aaaahh... 

Yah, disini gue mau jujur. Sebenarnya, ada perasaan sedih dan sakit melihat mereka yang begitu mudahnya mendapatkan ACC untuk seminar dan mengumpulkan draft, dalam hati gue berkata :' ko mereka gampang banget yaaa??'
Ada perasaan benci, entah benci kepada siapa dan kepada apa. Mungkin membenci keadaan...
Keadaan yang serba cepat, keadaan yang bisa dengan mudahnya menjadi stressor, keadaan yang mungkin kurang memihak pada gue, keadaan yang tidak ideal menurut gue, dan keadaan lain yang terbentuk karena keadaan ini.

Entah disadari atau tidak, keadaan seperti ini jadi memunculkan keadaan lain yang jujur saja membuat gue muak dan prihatin.
Keliatan banget... Mereka yang duluan dengan mereka yang duluan, mereka yang bernasib mujur dengan mereka yang bernasib mujur, mereka yang bernasib kurang baik dengan yang kurang baik, mereka yang bernasib tidak jelas bersatu dengan mereka yang bernasib tidak jelas.
Sementara gue sendiri entah ada di nasib yang mana. Kalau yang gue rasakan sekarang adalah, gue berada di kumpulan orang" yang bernasib tidak jelas. Penuh dengan penantian. Mungkin memang bukan saja yang mengalami penantian, tapi kadang situasi yang gak jelas membuat gue hanya bisa menunggu.
Tapi jika dibandingkan dengan teman" yang bernasib kurang beruntung, gue mungkin masih merasa lebih beruntung di banding mereka. Banyak diantara temen" gue yang belum mendapat judul, belum di acc bab 1 nya. Hal ini karena banyak faktor. Bukan semata-mata karena mahasiswanya, tapi karena dosen yang sibuk, dosen yang terkesan 'mempersulit', karakter dosen yang ingin sempurna, dan banyak faktor lain yang mendukung.
Yah.. cukup prihatin memang. Dan yang paling membuat gue prihatin adalah melihat teman" gue yang terlihat sangat super sensitif akhir-akhir ini. Rasanya dalam masa" seperti ini, gampang banget untuk meneteskan air mata, bahkan kadang di tempat yang seharusnya tidak perlu. Termasuk gue, di dalamnya. Sempat sekali gue gak bisa menahan air mata, karena gue udah terlalu dalam menahan perasaan sesak yang diakibatkan situasi seperti ini.
Jujur, gue benci dalam keadaan kaya gini. Gue jujur saja bukan tipe orang yang begitu mudahnya memberikan semangat. atau sekedar mengucap kata semangat kepada orang lain. Karena bagi gue cara itu sama sekali gak berpengaruh banyak. Gue merasa lebih baik dan lebih semangat, ketika membaca atau mendengar ada orang yang mengucapkan kata" yg 'membangun' tapi realistis. Itu akan sangat bekerja menguatkan hati gue. Membesarkan hati gue yang kadang mulai kecil. 
Dan gue pun berusaha menerapkan itu kepada teman" gue yang merasa down. Rasanya mengucapkan kata 'SEMANGAT' itu terlalu simpel dan tak ada artinya, karena semua bisa bilang gitu. Tapi gue mencoba menguatkan hati gue dan teman" dengan kata" yang menurut gue cukup membangun tapi tetap realistis dan mengena dihati
Karena jujur saja, mendengar kata skripsi dan proposal gue merasa sangat sensitif. Apalagi kalau gue merasa dalam kondisi yang terpuruk dan berada dalam ketidakjelasan seperti ini. Karena bagi gue, melihat kondisi teman" yang beberapa langkah lebih maju dari gue, bukannya malah membuat gue semangat, tapi malah tambah bikin gue makin terpuruk. Makannya, gue bisa mendadak benci seketika dengan mereka yang beberapa langkah lebih maju dari gue dan hanya bisa berteriak SEMANGAT!
Menurut gue, lebih baik diam. Mereka atau gue, mungkin lebih baik diam. Biar hanya gue yang merasakan, karena gue yakin orang lain pun gak akan mampu merasakan apa yang gue rasa. Begitupun orang lain, gue pun gak bisa merasakan sebenar-benarnya apa yang mereka rasakan. 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Septina Priyanti's Blog Template by Ipietoon Cute Blog Design